Jelang Akhir Masa Jabatan, Jokowi Lakukan Reshuffle Kabinet, Misi Transisi atau Manuver Politik?

kepotimes.com – Di tengah detik-detik terakhir masa jabatannya, Presiden Joko Widodo kembali menggebrak panggung politik nasional dengan melakukan reshuffle kabinet pada Senin (19/8/2024).

Langkah yang mengejutkan ini menimbulkan spekulasi dan perdebatan sengit di kalangan politisi dan masyarakat, yang mempertanyakan apakah reshuffle ini murni untuk kepentingan rakyat atau sekadar upaya untuk memuluskan transisi kekuasaan menuju era Prabowo-Gibran.

Pergantian Mendadak Yasonna Laoly dan Arifin Tasrif Dicopot

Jelang Akhir Masa Jabatan, Jokowi Lakukan Reshuffle Kabinet, Misi Transisi atau Manuver Politik?

Salah satu langkah yang paling disorot adalah penggantian Yasonna Laoly, Menteri Hukum dan HAM yang telah lama menjadi kader setia PDIP, dengan Supratman Andi Agtas, seorang politisi Partai Gerindra yang dikenal dekat dengan Prabowo Subianto.

Pergantian ini menimbulkan tanda tanya besar mengingat Yasonna merupakan figur penting dalam lingkaran PDIP dan memiliki hubungan erat dengan Megawati Soekarnoputri.

Tak hanya itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif, yang juga dikenal sebagai orang dekat Megawati, dicopot dari jabatannya dan digantikan oleh Bahlil Lahadalia.

Bahlil, yang belakangan diisukan bakal menjadi Ketua Umum Partai Golkar, kini memegang posisi strategis Reshuffle di kabinet Jokowi, sebuah langkah yang memicu spekulasi mengenai upaya untuk menjalin hubungan lebih erat dengan Partai Golkar dalam transisi pemerintahan.

Dominasi Gerindra Tanda Dukungan Jokowi untuk Prabowo?

Keputusannya untuk memasukkan lebih banyak figur dari Partai Gerindra ke dalam Kabinet Indonesia Maju mengindikasikan arah dukungan politiknya jelang berakhirnya masa jabatan.

Selain Supratman, Rosan Roeslani, yang pernah memimpin Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, juga diberikan jabatan strategis.

Bahkan, Angga Raka Prabowo, staf khusus Prabowo sekaligus Wakil Sekjen Partai Gerindra, diangkat menjadi Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika.

Posisi-posisi strategis yang kini diisi oleh orang-orang dekat Prabowo semakin memperkuat dugaan bahwa reshuffle ini bukan sekadar urusan birokrasi, melainkan bagian dari strategi besar menyongsong pemerintahan baru.

Pembentukan Badan Baru Kantor Komunikasi Presiden

Di luar penunjukan menteri, Jokowi juga menciptakan badan baru setingkat kementerian, yakni Kantor Komunikasi Presiden. Badan ini ditugaskan untuk menjadi corong komunikasi resmi presiden di masa transisi dan seterusnya.

Hasan Nasbi, yang sebelumnya menjabat sebagai Juru Bicara TKN Prabowo-Gibran, dilantik sebagai kepala badan ini. Langkah ini dinilai sebagai upaya Jokowi untuk memastikan kelancaran arus informasi di tengah transisi kekuasaan yang sensitif.

Respon Gerindra Misi Transisi yang Dipercepat

Dalam sebuah konferensi pers usai pelantikan, Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa reshuffle ini dilakukan untuk memastikan proses transisi pemerintahan berjalan lancar.

“Ada sejumlah program kerja Prabowo-Gibran yang harus dimulai saat ini, sehingga kita perlu melakukan penyesuaian dan sinkronisasi di kabinet,” ujar Dasco.

Dasco juga menegaskan bahwa reshuffle ini bukan sekadar manuver politik, tetapi bagian dari upaya mempercepat pembangunan nasional yang sudah dirancang oleh pemerintahan baru.

Dia menampik tuduhan bahwa langkah ini adalah bentuk pengkhianatan Jokowi terhadap PDIP, partai yang telah mendukungnya sejak awal.

Kritik PDIP Jokowi Bermain Politik Dinasti

Namun, langkah Jokowi ini menuai kritik keras dari PDIP. Deddy Yevri Sitorus, salah satu Ketua DPP PDIP, menuding Jokowi melakukan manuver politik demi melindungi kepentingan dinasti politik keluarganya, terutama Gibran Rakabuming Raka yang akan segera menjadi Wakil Presiden.

Deddy menilai tidak ada alasan substansial untuk melakukan reshuffle di penghujung masa jabatan, kecuali untuk memuluskan jalan bagi Prabowo dan Gibran.

“Kami melihat ini sebagai langkah yang sangat politis. Jokowi sedang membentangkan karpet merah untuk Prabowo dan Gibran, sambil mengamankan posisi politiknya di masa depan,” ujar Deddy.

Dia juga mengkritik penggantian Yasonna Laoly sebagai langkah yang dirancang untuk mengintervensi kepengurusan Partai Golkar dan memuluskan pengesahan undang-undang yang menguntungkan kepentingan tertentu.

Meski merasa dipermainkan, PDIP menegaskan tidak akan menarik kadernya dari kabinet sebagai bentuk komitmen moral kepada rakyat yang telah memilih Jokowi sejak 2014.

“Kami akan bertahan sampai akhir, kecuali jika presiden sendiri yang meminta kami mundur,” kata Deddy.

Analis Politik : “Ini Urusan Elite, Bukan Rakyat”

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai bahwa jokowi reshuffle kabinet ini lebih berkaitan dengan urusan elite politik daripada kepentingan rakyat.

Meskipun reshuffle adalah hak prerogatif presiden, Adi memandang bahwa langkah ini lebih bermuatan politis mengingat sisa waktu yang sangat singkat sebelum Jokowi lengser.

Menurut Adi, reshuffle ini hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu, terutama orang-orang dekat Jokowi dan Prabowo yang kini mengisi posisi strategis di kabinet.

Dia juga menilai bahwa dalam waktu kurang dari dua bulan, para menteri baru tidak akan mampu mencapai banyak hal selain mempersiapkan transisi pemerintahan.

Bahlil Lahadalia dan Arahan Prabowo

Bahlil Lahadalia, yang kini menjabat sebagai Menteri ESDM, mengungkapkan bahwa ia telah mendapatkan arahan langsung dari Prabowo sebelum pelantikannya.

Dalam pertemuan tersebut, ia meminta Bahlil untuk memastikan pengelolaan SDA yang lebih inklusif dan transparan, serta melibatkan masyarakat dalam setiap keputusan strategis.

Bahlil juga menekankan bahwa tugas utamanya adalah memastikan transisi yang mulus dalam pengelolaan energi dan sumber daya mineral, serta mempersiapkan kebijakan yang akan dijalankan oleh pemerintahannya.