Rapat Paripurna Pengesahan RUU Pilkada Ditunda, Kontroversi dan Dampaknya Terhadap Pilkada 2024

kepotimes.com – Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dijadwalkan untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada pada 22 Agustus 2024 terpaksa ditunda.

Penundaan ini terjadi karena ketidakhadiran sejumlah anggota DPR yang mengakibatkan ketidakcukupan kuorum. Hanya 89 anggota yang hadir dari total 575, sementara 87 lainnya mengajukan izin.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengungkapkan, “Jumlah anggota yang hadir tidak memenuhi vorum. Oleh karena itu, kami harus menjadwalkan ulang rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk menentukan jadwal rapat paripurna yang baru.”

Penundaan ini diumumkan saat Dasco memimpin sidang, yang awalnya direncanakan sebagai hari bersejarah untuk pengesahan RUU Pilkada setelah serangkaian pembahasan intensif.

Kontroversi RUU Pilkada dan Putusan Mahkamah Konstitusi

Rapat Paripurna Pengesahan RUU Pilkada Ditunda, Kontroversi dan Dampaknya Terhadap Pilkada 2024

Sebelumnya, DPR RI bersama Badan Legislasi dan pemerintah telah menyelesaikan pembahasan draf RUU Pilkada dalam waktu singkat.

Draf ini disetujui setelah empat rapat intensif yang berlangsung selama tujuh jam. Namun, penundaan rapat paripurna menambah kompleksitas proses legislasi ini.

Pada 20 Agustus 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan dua putusan penting terkait RUU Pilkada. Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah.

Ambang batas yang awalnya 20 persen kursi atau 25 persen suara sah, kini diturunkan berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT).

Ada empat klasifikasi baru untuk ambang batas suara sah, yakni 10 %, 8,5 %, 7,5 %, dan 6,5 %, tergantung pada besaran DPT di masing-masing daerah.

Keputusan ini berpotensi mempengaruhi partai politik seperti PDIP, yang mungkin kini memiliki peluang lebih besar untuk mencalonkan calon gubernur di Jakarta dengan ambang batas baru sebesar 7,5 persen.

Namun, draf RUU Pilkada yang disetujui DPR memuat syarat ambang batas berbeda untuk partai dengan kursi DPRD, yang dapat merugikan PDIP jika syarat yang lama dipertahankan untuk partai dengan kursi parlemen daerah.

Putusan Mahkamah Agung dan Implikasinya Terhadap Usia Calon

Selain itu, Keputusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang menetapkan batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon, ditanggapi berbeda oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

DPR memilih untuk mengikuti Putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024 yang menetapkan batas usia dihitung sejak pelantikan kepala daerah terpilih.

Keputusan ini menimbulkan polemik, terutama mengenai calon-calon muda seperti Kaesang Pangarep, yang kini berusia 29 tahun dan akan memasuki usia 30 tahun pada Desember 2024.

Penerapan Putusan MA berpotensi membuka jalan bagi Kaesang untuk maju sebagai calon gubernur dalam Pilkada 2024, yang dianggap menguntungkan karena Ia akan memenuhi syarat usia saat pelantikan.

Dampak Penundaan Terhadap Pilkada 2024

Penundaan pengesahan RUU Pilkada mengundang spekulasi tentang dampaknya terhadap jadwal Pilkada 2024.

DPR kini harus segera menjadwalkan kembali rapat paripurna untuk memastikan RUU Pilkada dapat disahkan sebelum batas waktu yang ditetapkan.

Dengan berbagai perubahan legislasi yang sedang berlangsung, ketidakpastian ini bisa mempengaruhi strategi partai politik dan calon-calon dalam Pilkada mendatang.