kepotimes.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali membuat gebrakan dalam upayanya memperkuat pengawasan terhadap transaksi keuangan di Indonesia. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 47 Tahun 2024,
Pemerintah memperkenalkan serangkaian ketentuan baru yang bertujuan untuk memperketat akses informasi keuangan demi kepentingan perpajakan. Kebijakan ini merupakan revisi dari PMK Nomor 70 Tahun 2017, yang sebelumnya telah mengatur prosedur identifikasi rekening keuangan.
Penguatan Wewenang Direktorat Jenderal Pajak
PMK 47/2024 memberikan wewenang lebih besar kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memantau dan mengawasi transaksi keuangan nasabah di lembaga keuangan.
Dengan adanya peraturan ini, DJP dapat mengakses informasi yang lebih mendalam terkait rekening dan transaksi keuangan milik nasabah, baik perorangan maupun entitas, yang terdaftar di lembaga keuangan pelapor.
Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan transparansi dan kepatuhan pajak, serta mencegah praktik penghindaran pajak melalui penyembunyian aset di dalam atau luar negeri.
Pengetatan Identifikasi dan Dokumentasi
Salah satu poin penting dalam PMK 47/2024 adalah pengetatan prosedur identifikasi rekening keuangan dan dokumentasi. Berdasarkan Pasal 10A dalam peraturan ini,
Lembaga keuangan pelapor dilarang memberikan layanan pembukaan rekening baru dan transaksi terkait kepada nasabah yang menolak mematuhi ketentuan identifikasi rekening keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 PMK 70/2017.
Lembaga keuangan pelapor diwajibkan untuk melakukan identifikasi rekening keuangan yang dimiliki oleh individu atau entitas yang berdomisili di yurisdiksi asing.
Jika nasabah tersebut menolak memberikan informasi yang dibutuhkan, atau jika informasi yang diberikan dianggap tidak memadai, lembaga keuangan diwajibkan untuk menolak layanan pembukaan rekening baru serta melakukan pembatasan transaksi pada rekening lama nasabah tersebut.
Penerapan Sanksi yang Lebih Ketat
Ketentuan yang diatur dalam PMK 47/2024 juga mencakup sanksi yang lebih ketat bagi nasabah yang tidak patuh. Transaksi yang tidak boleh dilayani oleh lembaga keuangan meliputi setoran, penarikan, transfer, serta pembukaan rekening atau kontrak baru.
Di sektor pasar modal, larangan ini mencakup transaksi pembelian atau pengalihan aset, serta penutupan polis asuransi baru. Lembaga jasa keuangan (LJK) lainnya, termasuk entitas non-bank, juga diwajibkan untuk mengikuti aturan ini.
Namun, PMK 47/2024 memberikan pengecualian untuk transaksi tertentu. Larangan ini tidak berlaku untuk transaksi yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban yang telah disepakati sebelumnya antara pemilik rekening lama dengan lembaga keuangan pelapor.
Misalnya, penutupan rekening, pembayaran angsuran, atau transaksi lainnya yang sudah diatur dalam perjanjian atau ketentuan perundang-undangan.
Tantangan dan Harapan
Kebijakan baru ini, meskipun bertujuan baik, tidak luput dari tantangan. Bagi lembaga keuangan, penerapan aturan ini berarti harus meningkatkan kesiapan operasional dan kepatuhan internal.
Mereka harus memastikan bahwa semua nasabah, terutama yang memiliki rekening di luar negeri, mematuhi prosedur identifikasi yang ketat.
Lembaga keuangan juga harus mampu mengelola dokumentasi yang diterima dalam bahasa asing dan menerjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia jika diminta oleh DJP.
Dari sisi nasabah, aturan ini dapat memicu kekhawatiran, terutama bagi mereka yang memiliki hubungan bisnis internasional. Nasabah yang tidak siap atau tidak ingin mematuhi ketentuan baru ini mungkin akan menghadapi kesulitan dalam mengakses layanan keuangan.
Sri Mulyani sendiri menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk menjaga stabilitas dan memperkuat sistem perpajakan nasional.
Dengan pengawasan yang lebih ketat, diharapkan bahwa potensi penghindaran pajak dapat diminimalkan, dan penerimaan negara dari sektor pajak dapat ditingkatkan.
Kesimpulan
Dengan diberlakukannya PMK 47/2024, Indonesia memasuki babak baru dalam pengawasan transaksi keuangan. Kebijakan ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk memperkuat transparansi dan kepatuhan pajak, sambil menjaga integritas sistem keuangan nasional.
Bagi lembaga terkait, penerapan aturan ini membutuhkan penyesuaian, tetapi manfaat jangka panjang yang diharapkan adalah terciptanya iklim yang lebih sehat dan berkelanjutan di Indonesia.